Eeeiitss! Jangan lupa
baca episode sebelumnya yaaw! Supaya paham akan isi dari episode kedua. Enjooy,
hehe!
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Keadaan
yang semula membeku kini kian mencair, bersamaan dengan tawa kami berdua yang
sebenarnya masih kaku-kaku.
“Memang
beneran begitu? Sampai salah masuk tempat wudhu? Kok bisa? hahaha!” kataku yang
belum berhenti cekikikan mendengar cerita Risya tentang seorang pemuda yang
salah masuk tempat wudhu.
“Iyaa!
Ya, kejadian itu sama aja seperti ketika kita terlalu suka dan senang dengan
kenikmatan yang saat ini kita genggam, bikin terlena. Padahal yang seharusnya
bisa membawa kita ke Surga, eh nyasar deh ke neraka.” Ujarnya.
Dan benar. Lagi dan lagi
kata-katanya cukup bisa membuat aku melamun menatapnya. Kehabisan kosa kata
sampai tidak ada jawaban yang bisa aku katakan. Paling-paling hanya mengangguk
tanda aku paham.
Suasana kantin saat ini,
ya, jauh dari ekspetasiku yang kerap kali mejadi ketakutan tanpa sebab yang
pasti. Ramai, namun tetap damai. Tanpa ada keributan yang merugikan ditengah
keramaian. Namun, tidak bisa dipungkiri disini sangat-sangat terlihat
mengelompok sama seperti keadaan kelas yang selama ini aku keluhkan. Dan..
“Risya!
Dicariin di kelas, rupanya disini. Hmm,” sapa seorang gadis berkulit sawo
matang yang datang dari sisi kiri Risya.
“Aduuh,
maaf ya, Asma’. Tadi aku keluar duluan, soalnya ada perlu sama Bu Lely, biasa
susulan ulangan kemarin. Hehe.”
“Heem,
its oke!” jawab gadis sawo matang itu yang kemudian sontak memandang aku yang
sedang nikmat menyantap bakso mercon Bu Sri.
Sepertinya dia sangat
asing terhadap aku, dan sepertinya juga dia ingin tahu siapa orang yang
sekarang tepat berada di depan temannya itu, Risya.
“Ai’,
sebelas mipa dua!”
Aku sengaja memulai
percakapan. Setidaknya sebelum ia mengambil keputusan untuk menilai bagaimana
diriku. Ini juga merupakan langkah awal mencegah banyak pikiran yang terkadang
lebih senang menerka-nerka. Ujung-ujungnya ya, semua berdasarkan menurut diri
sendiri.
“Asma’.
Oh, adek kelas.”
Meski jawabannya sedikit
kecut. Ah, tapi tidak-tidak! Jangan beranggapan macam-macam.
Risya pun meminta
Asma’untuk bergabung bersama kami. Berharap kami bertiga bisa menjadi kawan
baik kedepannya. Dan.. berharap aku akan semakin mengenalnya. Namun, diluar
dugaan. Ternyata ia menolak, ia lebih memilih pergi meninggalkan kerumunan
kantin. Katanya ingin merampungkan tugas sekolah yang semalam ia cicil.
“Risya, aku pamit juga
ya, kelas aku jauh soalnya dari kantin. Takut kena hukum nanati kalau terlambat
masuk kelas.” Ujarku.
“Mm, kalau begitu aku
ngga jadi ke kelas deh. Tiba-tiba pengen makan pedes!” ucap Asma’yang tiba-tiba
kembali. Sedikit aneh, namun aku coba untuk tidak ikut-ikutan berpikir aneh.
Akhirnya pun aku
bergegas menuju kelas dan meninggalkan kebingungan akan sikap Asma’ terhadapku.
Post a Comment